Friday, October 12, 2012

Monolit : Basa dan Basi


Ini bukan saya. Ini kamu. Ya, anggap saja kamu. Saya terlalu malas meracau bulan-bulan ini, jadi kamu saja. 

Entah paceklik atau malah terlalu banyak mikir, hasilnya sama saja, tak ada hasil. Iya kan?

Silakan seenak-udelmu jika kau mau bicara cinta. Tapi sepertinya kamu tak ahli. Garis bawahi sepertinya lho ya. Kamu sendiri yang membuktikan serampangannya sompralmu kala dulu kau bilang kejar cinta itu tak butuh basa-basi. Hahahahaa, kan benar kamu terlalu gegabah. Satu langkah yang kau ambil terlalu jauh ke depan. Tanpa preambule macam—‘silakan makan dulu!’ ‘ah, tidak usah repot-repot, tadi sudah kok!’ dan kau makan juga. Hahahahaa kan benar langkah gilang-gemilang-usah-perlu-basa-basi-maju-bersinarmu bikin dia lari. Seribu langkah menjauh. Maka  harus kembali dulu ratusan langkah jika kebal malu lalu mulailah beramah-tamah terhadap basa-basi, atau kibarkan saja bendera putihnya! Mau tak mau. Kamu pula yang salah langkah, kamu pula yang terlanjur malu, maka sembunyikan saja rupamu di sempak jika bertemu lagi. Hahahahaa, mau apa kamu sekarang?

Sigur rós atau mogwai sama saja, semua bikin kamu biru. Apa lagi ini dini hari. Altar para tersingkir mencoba menyampaikan semua yang tak tersampaikan dalam keramaian. Kamu menyepakati bahwa sunyi itu dini hari, disaat otakmu dibisingkan oleh apapun yang kamu pikirkan. Kamu pasti lagi mengevaluasi otakmu. Asal kamu tahu, banyak orang yang yang mencari sesuatu dari luar diri mereka sekedar untuk mengkambinghitamkan kekalahannya. Bukan kamu. Jangan kamu. Ini semua kamu, ini semua akibat kamu sendiri. Jika Pram tak metolelir basa-basi lagi itu karena hidupnya terlalu kenyang terhadap kekecewaan, sudah habis kepercayaannya atas basa-basi yang selalu diluhurkan demi terlihat manusiawi. Sehingga basa-basi hanya tai di kuku kelingking baginya.

Jika kamu terlahir sebagai seorang jepang, semoga bukan karena hal seremeh ini kau ambil pedang dan menghunus perutmu sendiri. Aku tak paham betul pola pikir mereka dan seberapa mahal harga diri mereka, namun jika yang seperti ini bisa benar alasan harakiri, maka kamu adalah yang begitu beruntung hidup di sini dan sempat dikenalkan dengan Tuhan, sehingga disaat tak kau temukan kekokohan dimanapun termasuk kedalam dirimu, maka kau selalu punya jawaban akhir kemana harus bertumpu : Tuhan. Keluh dan panjatkanlah sepuasmu!


Sudah dengarkan saja musikmu lalu kamu tidur.