Monday, May 21, 2012

hippiposeur


hey bapak yang di situ, baju saya merah lho
hey para ibu yang sedang ngobrol, blue jeans saya di roll-up lho
hey om Surya, sepatu saya Adidas lho
hey tante Norma, tas saya baru dibeli dari Bandung lho
hey hey, kalian harus tahu ini..

apa kabar, Don? berkreasi adalah hobi baru saya lho
apa kabar, Pak RT? dulu saya pernah ke Singapura lho
apa kabar, Bu Guru? rock n roll life itu begini lho
apa kabar, Susi? saya punya buku Dee terbaru lho
hey hey, kalian harus tahu ini..

wahai pohon-pohon, ingatkah bahwa kalian selalu saya sirami
wahai para burung, hanya aku yang selalu menyimak kicau kalian
wahai sampah-sampah, akulah yang menaruh kalian pada tempat yang tepat
wahai manusia, aku orang yang berbeda dengan kebanyakan kalian

kalian harus tahu ini
kalian harus tahu ini

hingga semua serba

"kalian harus tahu ini" 

Sunday, May 13, 2012

Ketika Aku dan Aku Bercakap


Entah apa yang salah dengan belakangan ini, beberapa hal begitu tak semenarik yang ada dipikirannya. Semua menjadi begitu absurd ketika menyadari hasrat yang menggunung ternyata sama taiknya seperti wacana yang membasi. Pikirku. Kini dalam setiap duduk manisnya, ia adalah saksi dari setiap kesempatan yang kempis selajur dengan hari-hari ditempat itu yang semakin menipis. Dan, duh Gusti, dia masih menemukan dirinya yang tak bisa berbuat apa-apa selain berkeluh meski terlihat tanpa peluh.

Dalam hari-hari seperti inilah tatkala sepenggal sabda seorang Adimanusia—ah entah, apakah benar-benar ia pahami atau tidak namun—begitu ia amini.

“Lihatlah! aku telah jenuh oleh kebijaksanaanku seperti lebah yang telah mengumpulkan madunya terlalu banyak; aku memerlukan tangan-tangan yang terjulur untuk mengambilnya,” ucapnya seolah-olah dirinya lah Sang Zarathustra itu.

“Tidak, kau bukanlah orang itu," sahutku. "Jalanmu masih terlalu pendek untuk sekadar melampaui dirimu sendiri apalagi segenap manusia yang tertidur. Setengah darimu memang terjaga, tapi lihatlah separoh lagi masih nyaman dalam ranjang empukmu. Dibelai-belai mimpi yang membiusmu seluruhnya. Lalu sebanyak apa madu yang kau bisa berikan pada manusia? Bahkan untuk menagih asa-asamu saja kau masih tak mampu,” ucapku geram.

Ada hening saat diriku menduga-duga sompral mana lagi yang akan disampaikannya. Sepertinya kataku barusan terlalu entah. Seandainya aku diposisinya pasti dia akan merasakan pula dirinya ada pada posisiku. Aku menyaksikan dirinya dibisingkan oleh pikirannya sendiri. Disepikan oleh lamunnya. Dia bukanlah aku, aku tak begitu paham makhluk apa mana yang ada dalam alam pikirannya. Tapi dia adalah aku, dia tahu aku tak mengerti bahwa aku mengerti. Serumit itu.

Mungkin benar ucap kawannya disuatu perbincangan melalui pesan singkat yang ia ceritakan padaku kemarin. Inilah lelah. Ada suatu kala dimana manusia lelah terhadap hidup, lingkungan atau apa yang ada disekitarnya. Hidup tidak harus terus berlari, terkadang kita boleh berjalan atau bahkan sekedar jogging di tempat.
..yang pasti jangan berhenti.”

Dan ketika kuajak beranjak menjauhi tembok bercermin ini, entah apa yang salah dengan kata-kataku tadi. Barangkali telah menyinggungnya.

Dia hilang tanpa berpatah kata.