Friday, July 26, 2013

Generasi Tukang Bubur

Jelas bukan sedang beli bubur, apalagi manasik.

"Saudara-saudara dalam iman, letakkanlah kedua tangan saudara di layar kaca. 
Pejamkanlah kedua mata Saudara, ke dalam gelap itu, saudara, lihatlah satu titik cahaya di kejauhan.. biarkan cahaya itu mendekati saudara, lalu capailah cahaya itu dengan kedua tangan saudara. 
Genggamlah dia.. Genggamlah dia, saudara! 
Sebab semesta ada ditangan saudara. 
Sebab semesta ada ditangan saudara.
Sebab semesta telah pepat telah pepat dalam empat belas inci." 

Melancholic Bitch - Mars Penyembah Berhala

Sunday, June 2, 2013

Si Pemikat Hati


Jangan bilang tak suka terong jika belum pernah makan terong. Jangan bilang anti ini itu jika belum tahu rasanya betul. Coba saja kenalan dulu, pelan pelan bakal kaurasa candunya menjalar-jalar. Ha!



Seperti yang satu ini. Coba lihat saja saat musik dan panggung mulai digoyang. Telinga mana yang tak terpikat penasaran. Mata mana yang tak menganga pingin lihat. Mungkin saat itu kamu, jika diterjemahkan dengan gelagat sinema elektronik: ini adalah momen ketika rambut si wanita berkibar kibar dan menebar ekstase untuk si lelaki dengan dentuman cihui musik aduhai. Ha!

Hingar bingarnya bisa jadi serupa deskripsi simbah di enampuluhan saat orang orang tertawa gembira sekali dengan tari genjer genjer. Tapi hiburan rakyat yang ini tidak serumit tari genjer, karena politik sekarang sudah remeh. Jadi tidak perlu mengait-ngaitkan hiburan ini dengan sebuah manifestasi politik kiri-kanan atau keribetan lainnya. Cukup nikmati saja dengan bersahaja, atau ikut goyang jika kau mau.

Jangan melulu kau lihat biduannya. Sebentar - sebentar coba kau dengarkan liriknya, maka kau akan tersenyum geli. Pelipur lara, penghapus angkara, obat luka dunia. Tabik! :)

*gambar dari hot.detik.com

Saturday, April 20, 2013

Nuestra Familia


Jika kamu bertanya kapan dunia dalam keadaan baik-baik saja, kamu pasti pernah mengalaminya. Tapi jangan bayangkan pada saat kanal kanal media massa kamu di hiasi program kelompencapir. Atau era sembako murah berkat bapak jenderal, sehingga rame rame pasang stiker : "piye kabare.. ijeh penak jamanku to?"

Jangan terlalu rumit, yang bersahaja saja. Bayangkan saja saat dulu kamu tertawa puas menang adu gundu.  

Atau ngikik congkak setelah merebut mainan kakakmu.

Atau saat vakansi bersama di akhir minggu.
      
Saling cemburu dan marah itu hal biasa jika kamu bukan palestina yang semakin dipaksa mengerdil. Karena jika kakakmu dibelikan sepatu, kamu harus minta lebih dari crocs yang menghegemoni kaki kaki para remaja.

Bukan trio apapun, cuma tiga bersaudara.
Lalu kamu semakin membesar dan kamu semakin berteman akrab dengan realitas. Bapak Ibumu sudah tak mampu berbohong lagi mengenai duniamu yang dulu diceritakannya dalam keadaan baik baik saja agar kamu bebas memiliki harapan. 

Tapi satu hal yang sejak lahirmu mereka selalu jujur, bahwa keluarga tetap akan selamanya keluarga.


Friday, March 29, 2013

Random Headshot

Apa yang kamu butuhkan hanyalah lebih banyak berkegiatan. 
Kamu begitu paham dalam diammu pikiranmu tak bisa kau hentikan. Bahkan banyak lagu yang kau imani tak juga membuatmu tenang dalam diam. Dia memetakanmu pikiran baru untuk kamu lari didalamnya. Apalagi saat hujan yang sekeras ini. Seharusnya kamu menikmatnya: suaranya, bau tanahnya. Melupakan selokan depan rumah yang barang tentu meluap disumbati sampah. Jalan tanpa pengeras disamping rumah yang bakal liat dan brengsek jika dilewati setelah dan setelahnya. Garasi yang masih juga bocor. Tapi lagi lagi kamu dibawa gaspol dalam balap liar pikiranmu. Ah, apa yang kamu butuhkan hanyalah lebih banyak berkegiatan. Sibuk tak penting tak apa karena yang kamu butuhkan hanyalah lebih banyak berkegiatan. 
Membuat semua sesederhana yang seharusnya, sebelum dirumitkan lagi dengan definisi abc sampai z yang lahir dipikiranmu.

Sunday, January 27, 2013

Berdiri Didompet Sendiri


Di kasur melulu siapa yang mau? Banyak di rumah siapa yang tak penat? Sedang pikiran tak mau berhenti, lalulalang kesana kemari. Sedang dompet semakin tak berpenghuni dan minta papi sudah terlalu tak tau diri.
  
Sedang rutinitas berangkat tujuh pagi dan berakhir selepas lima petang menjelang enam pun kamu masih ogah. Belum saatnya katamu, tunggu saja. Nanti saja. Gampang saja. Kamu mau maen dulu sampai kenyang. Kawan segini masih belum cukup. Vakansi sini-sana masih tak puas. Lalu mau apa dompet semakin tak berpenghuni dan minta papi sudah terlalu tak tau diri.

Ah kenapa kamu terlalu peduli? Kamu bukan kawanmu yang itu, yang selalu minta pendapat tentang baju barunya, celana barunya, kalung barungya. Kamu bukan kawanmu yang itu, yang katanya habis berratus ribu tiap menghabisi malam di ruang berdentum kelap-kelip. Kamu bukan kawanmu yang itu, yang butuh banyak untuk ditukar pil brengsek atau candu setan. Kamu juga bukan kawanmu yang itu, yang pacarnya rewel minta ini itu.

Rupanya kamu sudah cukup senang mengabaikan jam bersama kawan-kawan entah untuk meributkan berbagai definisi atau membagi cerita pengalaman kencan atau apa saja di depan kampus kawanmu, di meja penuh menu bersahaja, di kamar kos kawanmu, di  trotoar jalan, di kursi listrik, di lautan, di udara! Dan kamu dapat beberapa lembar dari cakapan dan wacanamu. Lalu kamu main lagi. Lalu atur tujuan vakansi mu lagi. Lalu kamu bilang ke papimu tak usah ngasih duit lagi.

Congkak? Hambok biar!” katamu.