Thursday, December 8, 2011

MV

Ini adalah tulisan yang saya buat untuk memenuhi salah sebuah tugas kuliah yang (katanya) bertujuan untuk pengembangan kepribadian. Apabila kalian terdampar diblog ini, dan punya banyak waktu untuk dihabiskan, just cekdisout, muthafukka!


***
Jika hampir semua dari teman dalam tugas KSPK ini memilih tokoh-tokoh besar untuk mereka ‘kelupas’, saya tidak. Saya lebih tertarik untuk menyelami sosok satu ini, bagi khalayak dia mungkin belum bisa disebut ‘tokoh’, bagaimana tidak, hanya seklumit orang tahu tentang siapa dia. Tapi apapun atau siapapun dia, buah-buah pemikirannya telah banyak ‘mengisi’ hidup saya. 

2007, selongsong mp3 yang dimainkan dari telfon genggam seorang kawan lama cukup untuk membuat saya tertarik untuk mengenal sosok ini  lebih jauh, semakin tertarik setelah membaca lirik-lirik dan tulisan-tulisannya diberbagai media newsletter. 


Adalah Heri Sutresna a.k.a Ucok Homicide a.k.a. Morgue Vanguard, sosok yang tidak banyak orang tau kecuali mereka yang pernah bersinggungan dengan dunia subculture.

Dengan internet yang sedemikian melimpah informasinyapun ternyata sebegitu susah mendapatkan banyak info tentang dirinya.  Tentang dimana Ucok bekerja, dimana rumah tinggalnya, bagaimana dia menghabiskan waktunya, dan lain-lain. Tidak mudah mencari tahu tentang bagaimana kehidupan pribadinya sehari-hari. Toh, bukan hak kita untuk mengkonsumsi privasinya. Ketika kita coba mencarinya diranah internet kita hanya akan menemukan tulisan-tulisan yang dia ‘lahir’kan di blog pribadinya (gutterspit.com)atau di web resmi beberapa majalah yang dia pernah berkontribusi dengan tulisannya dan juga wawancara-wawancara beberapa orang dengan dirinya, Ucok. Dari tulisan-tulisan tersebut saya mencoba menyusun personality study tentang dirinya.


Ucok adalah orang yang menjadi salah satu pendiri grup hip hop kolektif Homicide di tahun 1995. Perannya dalam perkembangan scene hip hop di Indonesia khususnya Bandung sudah tak terkatakan lagi. Bersama Homicide, ia sempat membidani dua Full Album sebelum Homicide membubarkan diri pada tahun 2007. Selepas Homicide, Ucok mendirikan grup baru Trigger Mortis. Dia adalah alumnus Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung dan Sastra Inggris Universitas Padjajaran yang kemudian sempat aktif di Partai Rakyat Demokratik (PRD) di masa runtuhnya Order Baru. 1997 akhir.

Dalam setiap lirik musik yang dia lahirkan mengandung nada sarkastis cerdas dan tajam yang menyorot pada kondisi sosial dan politik tanah air yang gonjang ganjing dengan balutan kata-kata yang begitu puitik.  Selain lirik bernada kritis, Ucok memiliki idealisme tinggi. Ucok dan Homicide jarang tampil di acara-acara besar bersifat komersil atau disponsori oleh korporat besar. Menurutnya, bermusik itu tidak harus terekspos secara kasat mata.

"Acara-acara besar biasanya mengusung label besar sponsor. Jujur saja kita memang menghindari label-label korporat semacam itu" papar ucok dalam salah satu wawancara.

Sekilas tentang Homicide
Homicide terbentuk pada tahun 1995 yang diawali oleh Aszi, Leppe dan Ucok sendiri. Homicide terbentuk dengan mengusung budaya urban yang biasa disebut Hip-Hop sebagai pelampiasan passion-nya dibidang musik, walaupun menurut saya Homicide adalah Hip-Hop yang lebih Punk dari punk itu sendiri dan Punk yang lebih hip-hop dari hip hop itu sendiri. Seiring berjalannya waktu banyak terjadi perubahan yang signifikan ditubuh Homicide mulai dari ditinggalkan personelnya satu demi satu, sehingga hanya meninggalkan satu personel tetap yaitu Ucok—oleh karena itu namanya sering disinonimkan  dengan Homicide. Ucok berupaya survive sendiri untuk menjadi motor dari band ini sehingga berdampak terhadap miskinnya produktivitas, baik dari album maupun performancenya itu sendiri.


Sekitar tahun 2003, Homicide mulai merangkak kembali mempertahankan eksistensinya dengan serius menggarap Full Album kembali walaupun dikalangan komunitas saja. Akhirnya 2006 keluarlah HOMICIDE CD : The Necrophone Dayz dari Subciety Records dan bertubi-tubi menuntaskan hutang nya dengan mengeluarkan CD : ILSHURECSUN tahun 2008, seolah tugasnya telah tuntas maka Ucok membubarkan HOMICIDE ditahun 2009.

Membicarakan HOMICIDE memang banyak aspek yang harus dibahas, terdapat wilayah musikalitas, visual design, komunitas, politik tentunya, life style sampai wilayah pribadi sendiri dari Ucok yang semuanya tertumpah ruah dalam album dan merchandisenya. Belum lagi wilayah sosial politik dan agama yang sering dikaitkan dengan HOMICIDE terutama karena lirik-liriknya dan aktivitas dari sang-frontman itu sendiri yang secara tegas mempososikan Homicide diranah berbeda dari group lainnya bahkan tak tergantikan yang tentunya tidak akan muat untuk sekedar *15 halaman.


***
Jurnal Inside Indonesia yang terbit di Australia:
“…overtly political and with their aggressive style and confrontational on-stage oration, Homicide has collected a loyal fan base and a notorious reputation...”

Bagi saya Ucok memang sangat istimewa, seorang yang sukses mengalahkan musuh terbesar yaitu diri sendiri. Satu diantara seratus atau bahkan seribu. Dia bisa menjadi rujukan bagi setiap orang yang ingin belajar tentang bagaimana berpegang teguh terhadap sebuah prinsip yang diyakini.

Sebagai contoh, ketika Ucok dan Homicide akan ‘manggung’ di Jogja, seharusnya mereka main di sana, tapi pada detik-detik terakhir acara tersebut dibeli (baca:disponsori) oleh Djarum, mereka kemudian terpaksa menolak untuk main. Betapa tak ada kompromi bagi prinsip yang mereka pegang.

Dalam sebuah wawancara Ucok menjelaskan  “Ada perbedaan mendasar antara korporasi lokal dengan korporasi besar. Memang intinya sama saja, pola produksi di bawah sistem kapitalisme kan sama saja. Tapi kalau korporasi besar kan saya nggak bisa tahu banyak tentang mereka. Intinya semakin besar suatu perusahaan maka semakin besar laba yang mereka hasilkan. Perusahaan kecil mungkin juga menindas, tapi kan hanya menindas beberapa orang. Katakanlah ada beberapa perusahaan berbasis ekonomi yang didirikan anak-anak itu yang tidak adil secara internal mereka, namun kalau terlalu kita pikirkan, itu bakal memperumit kita lagi. Kita harus memilah-milah lagi. Lagian sekarang itu yang paling penting itu melawan image. Ujung tombak kapitalisme itu kan image, kita sekarang ini lagi perang image. Sekarang situasinya gini, misalkan kita bilang kita anti Djarum, itu bukan berarti kita nggak anti sama yang lain. Cuma kan ada prioritas yang harus kita kedepankan. Seperti teori iklan, kita harus fokus di suatu titik yang strategis. Teori itu diamini juga di politik, dalam propaganda. Kita misalnya sekarang lagi mengedepankan masalah perusahaan Caterpillar yang mensponsori penggusuran orang-orang di Palestina. Dia mengirim buldoser, dll dan mensponsori Israel untuk menjajah Palestina. Nah, dengan mengedepankan masalah itu bukan berarti kita menganggap perusahaan-perusahaan lain baik, cuma kita punya skala prioritas di mana ada yang strategis ada yang nggak. Akan susah relevansinya sekarang kalau kita membahas Nestle. Nestle itu kan penjahat ya, mereka bertanggung jawab atas kelaparan di Ethiopia. Tapi sangat susah membahas Nestle karena skala produk mereka sangat beragam dan memerlukan studi gila-gilaan untuk menentukan produk apa saja yang mereka hasilkan. Kemudian isu ini tidak akan populer di publik karena isunya nggak dekat.” 


Bahkan Ucok pernah bertutur keberatannya mengenai MySpace : “MySpace itu kan dibeli sama Rupert Murdoch. Dia kan yang punya Fox dan yang saya tahu Fox itu termasuk perusahaan yang mendukung penjajahan Israel terhadap Palestina. Dan dia juga menguasai banyak media-media di dunia di mana dia bisa mengontrol isinya. Jadi sangat gampang buat dia untuk menciptakan kebohongan publik. Siapa yang megang media kan dia yang megang dunia“. Betapa hal yang seremeh-temeh dan terkadang tak pernah kita mau tahu mengenai hal-hal semacam itu ternyata dia tak acuhkan.  

Dan ketika Ucok ditanya mengenai tujuan akhir yang ingin dicapai, dia menjawab : “Tujuan dari kegiatan anak-anak sih sebenarnya sama, pertama : hidup senang-senang. Supaya hidup tidak membosankan maka perlu dibuat agenda yang rock and roll. Itu yang penting! Jadi sebenarnya salah kalau ideologi kita adalah menuju masyarakat yang madani, blablabla. Yang kedua sih kita pengen ada yang berubah di dunia ini, jadi kita mencoba mengubah sesuatu yang bisa diubah. Tujuan akhirnya sih ya itu, hidup senang-senang. Misalnya anak saya bisa sekolah murah dan susu juga murah, kan saya senang.”

Begitu banyak pelajaran yang bisa diambil dari sosok-sosok idealis semacam Ucok. Tentang bagaimana kita memaknai sesuatu. Tentang bagaimana kita membentangkan harapan. Tentang sakralnya sebuah pertemanan. Tentang hal-hal yang tak pernah kita tentang yang ternyata sangat mengusik. Sosok seperti dialah yang mengingatkan kembali bahwa dunia itu tak se’nyaman’ yang kita kira, tapi sosok seperti itu jugalah yang sekaligus memberi pelajaran tentang bagaimana mengusik ke’nyaman’an itu sendiri dengan senyaman mungkin. Nyaman yang bukan dalam tanda kutip.

Pembentukan kepribadian seorang Ucok
Ucok merasa menjadi orang yang beruntung karena dibesarkan oleh kedua orang tua disisinya. Betapa kedua orang tuanya selalu berharap anak tersebut menjadi seorang yang saleh—tentunya dengan segala pra-syarat kesalehan yang bersumber dari ajaran agama kedua orang tuannya, yang ternyata ia sadari sama sekali sulit untuk dipenuhi. Orang tua yang menginginkan seorang Ucok berkepribadian bak Rosul, namun yang terjadi justru yang sebaliknya. Tapi sungguh Ucok tak menginginkan orang tuanya tahu.Oleh karenanya Ucok selalu berusaha bersikap seperti apa yang orangtuanya harapkan dihadapan mereka. Tak lain dan tak bukan hanya karena Ucok sangat mencintai mereka dan berusaha memelihara perasaan mereka sedamai mungkin.

Ketika SD, ibunya selalu berujar bahwa kepribadian seorang anak dipengaruhi oleh lingkungannya, oleh karena itu ibunya selalu menginginkan Ucok berada didekat mereka, di rumah, agar mereka selalu dapat memiliki kontrol terhadap pembentukan diri sang Ucok. Tapi Ucok adalah Ucok, dia lebih dari sekedaar anak yang membandel, mencari banyak hal di selokan tetangga, mengaduk pasir di berangkal dekat sawah dan bermain bola di lapangan desa yang jauh dari rumah. Namun dia selau merasa banyak hal dalam hidupnya tak mungkin tergantikan oleh apa yang mereka berikan. Meski setengah hidupnya lepas dari ‘pendidikan’ rumah, dan menjelajahi kebenaran dan kekeliruan ditemani buku-buku dan rekaman-rekaman, dia tetap merasa segala hal yang indah dan menginspirasi dari dunia adalah perpanjangan sayap cinta mereka, atau paling tidak mereka menanamkan benih-benih dalam rahim nalar dan hasrat anaknya.

Banyak buku yang telah Ucok lahap, dia selalu mencoba menggali kebenaran pada lembar-lembar buku yang dia baca. Terbukti bahwa dalam lirik-lirik puitiknya tak jarang menyelipkan pemikiran dari filsuf-filsuf besar dari Nietzsche hingga Samuel Huntington, Asghar Ali hingga Gramsci. Banyak buku yang telah menginspirasinya, memberikan perspektif baru pada dirinya untuk mengatasidunia yang semrawut dan menggenggamnya menjadi sebuah cita-cita. selain banyak melahap lembaran-lembaran buku, Ucok menghabiskan waktunya untuk mendengarkan rekaman-rekaman yang tak berbeda dengan buku , telah menginspirasihidupnyanya dan menjadikan Ucok seperti kemarin, sekarang ini, dan mungkin esok masih tetap akan sama seperti itu.

*15 halaman : jumlah halaman maksimal untuk tugas ini

Tuesday, December 6, 2011

Membeo Nada yang Sama Saat Mereka Patah!


Dipesisir senja ini aku terjaga,
Terpaku pijakan, dan enggan meggerakkan raga,
Matahari terbirit turun tanpa satupun anak tangga,
Kini ku saksikan setiap jengkal langit ditabur jelaga.

Rengek suara bayi tak mengajariku kembali cara menangis,
Menantang nestapa tanpa sedikitpun iba ku kais,
Detik ini akan ku dirikan nisan pada persemaian masa yang manis,
Dan ku pahami setiap kata dari setiap roman yang berujung tragis.

Kepada telunjuk yang telah memilih tempat untuk berpaut,
Ku kubur puing-puing asa tanpa sehelaipun kafan terbalut,
Ku paku rapat Pandora, membaut sebelum semua berujung kalut,
Kelak akan ku urut setiap runut tanpa takut lagi kaki terparut.

Dalam lamat hitam ini aku meniti buih,
Telah fasih ku maknai sederetan kisah tanpa kasih,
Dari tempat ini jejakan pertama melangkah tanpa tertatih,
Dan membisik kabar bahwa setiap pejuang yang pernah jatuh, aku dan mereka telah berdalih pulih.

Tentang Seklumit Ruang Kemerdekaan

Memang sulit memilah pula memilih lagu-lagu yang tepat untuk dijejalkan di 512MB ini, dibawah ini adalah beberapa dari lagu-lagu yang kurang beruntung karena tertunjuk untuk dipaksa bersesakan di M2-512MB dalam HP saya. Terimakasihku melebihi persepsi manusia akan tingginya langit untuk kalian, bahwa kalian lah  penolongku, setia bernyanyi untuk sekedar menyenangkan hati, meramaikan sepi, menanggalkan resah, juga menerima muntahan amarah! (oke sepakat, ini berlebihan)
  1.  Equality― Begundal Lowokwaru
    Ini dia lagu sakral yang wajib di’sing-along’kan dulu ketika berkumpul di-skena masih menjadi rutinitas, dan ukulele adalah panglima pesta di jalanan. Miss it!

  2. Straight Edge― Minor Threat
    Cukup dengan  46 detik, mereka telah membidani movement besar dalam dunia ‘bawah tanah’ untuk mengatakan tidak untuk
    self destruction titik!
  3.  Never Broke Down― Horroh
    Sebenarnya saya kurang begitu tahu lagu ini bercerita tentang apa, tapi punggawa hardcore dari Jogja ini mampu mengemas gaharnya semangat dari kotanya, biasa saya ledakan di pagi hari sembari mengancing baju didepan cermin dan bersiap untuk melakukan rutinitas yang masih saya anggap cukup membosankan, yap, kuliah!

  4.  Membaca Gejala dari  Jelaga―Homicide
    Homicide membubarkan diri tahun 2007 lalu, mereka-lah yang paling banyak menyita ranah 512MB saya. Bahasa terminal dan intelektual yang mereka manunggal-kan dan dilahirkan berbentuk rima. Saran untuk yang ingin mendengar mereka, siapkan KBBI!

  5. Demokrasi―Sujiwo Tedjo
    Mbah paling jancuk ini punya cara sendiri untuk menerjemahan apa itu demokrasi,  bernyanyi bersama sindennya,  cukup tegas ia mendefinisikannya.
  6. Potret Kusam―Sosial Sosial
    Sinisme tentang semakin kusamnya negri ini, kejahatan politik yang semakin kompleks layak skrip sebuah film, tiap lini sarat akan konspirasi besar yang dengan  sangat santun disembunyikan. Yap, Selamat Datang di Indonesia!

  7. Slaves of Pain―Sepultura
    Pada intinya kita semua adalah budak dari entah.  Kali ini siapa hamba? Siapa pula paduka? Semua berjibaku untuk menjadi paduka, hingga akhirnya kita tersadar bahwa kita adalah hamba dari hamba dan sistem hamba-paduka ini adalah sumber pesakitan.
  8. Gugur Gunung―Unknown
    Holobis kuntul baris… Holobis kuntul baris... Di era yang serba individual ini, kerja bakti mungkin sudah cukup saat mengubur mayat saja! Haha
  9. King of Fools―Social Distortion
    Telak! Tertembak sangat telak! Jika mendengarnya, saya merasa bahwa sayalah tokoh utama dalam lagu ini. Tengadahkan kedua tangan dan satu… dua… tiga… berdoa mulai! Semua ini akan segera berubah.
Sudah ah, ngantuk!
Catatan:
Masih ada lagi puluhan lagi lagu yang berjejal di hp saya namun tidak sempat tertulis disini, merekalah kandidat yang belum-beruntung-diantara-yang-tidak-beruntung karena  tidak terpilih oleh ‘shuffle’ untuk di’play’ saat saya menulis tulisan ini.