Sunday, January 27, 2013

Berdiri Didompet Sendiri


Di kasur melulu siapa yang mau? Banyak di rumah siapa yang tak penat? Sedang pikiran tak mau berhenti, lalulalang kesana kemari. Sedang dompet semakin tak berpenghuni dan minta papi sudah terlalu tak tau diri.
  
Sedang rutinitas berangkat tujuh pagi dan berakhir selepas lima petang menjelang enam pun kamu masih ogah. Belum saatnya katamu, tunggu saja. Nanti saja. Gampang saja. Kamu mau maen dulu sampai kenyang. Kawan segini masih belum cukup. Vakansi sini-sana masih tak puas. Lalu mau apa dompet semakin tak berpenghuni dan minta papi sudah terlalu tak tau diri.

Ah kenapa kamu terlalu peduli? Kamu bukan kawanmu yang itu, yang selalu minta pendapat tentang baju barunya, celana barunya, kalung barungya. Kamu bukan kawanmu yang itu, yang katanya habis berratus ribu tiap menghabisi malam di ruang berdentum kelap-kelip. Kamu bukan kawanmu yang itu, yang butuh banyak untuk ditukar pil brengsek atau candu setan. Kamu juga bukan kawanmu yang itu, yang pacarnya rewel minta ini itu.

Rupanya kamu sudah cukup senang mengabaikan jam bersama kawan-kawan entah untuk meributkan berbagai definisi atau membagi cerita pengalaman kencan atau apa saja di depan kampus kawanmu, di meja penuh menu bersahaja, di kamar kos kawanmu, di  trotoar jalan, di kursi listrik, di lautan, di udara! Dan kamu dapat beberapa lembar dari cakapan dan wacanamu. Lalu kamu main lagi. Lalu atur tujuan vakansi mu lagi. Lalu kamu bilang ke papimu tak usah ngasih duit lagi.

Congkak? Hambok biar!” katamu.