Entah
apa yang salah dengan belakangan ini, beberapa hal begitu tak semenarik yang
ada dipikirannya. Semua menjadi begitu absurd ketika menyadari hasrat yang menggunung ternyata sama taiknya
seperti wacana yang membasi. Pikirku. Kini dalam setiap duduk manisnya, ia adalah saksi
dari setiap kesempatan yang kempis selajur dengan hari-hari ditempat itu yang
semakin menipis. Dan, duh Gusti, dia masih menemukan dirinya yang tak bisa
berbuat apa-apa selain berkeluh meski terlihat tanpa peluh.
Dalam hari-hari seperti
inilah tatkala sepenggal sabda seorang Adimanusia—ah entah, apakah benar-benar
ia pahami atau tidak namun—begitu ia amini.
“Lihatlah! aku telah
jenuh oleh kebijaksanaanku seperti lebah yang telah mengumpulkan madunya
terlalu banyak; aku memerlukan tangan-tangan yang terjulur untuk mengambilnya,” ucapnya seolah-olah dirinya lah Sang Zarathustra
itu.
“Tidak, kau bukanlah orang
itu," sahutku. "Jalanmu masih terlalu pendek untuk sekadar melampaui dirimu sendiri
apalagi segenap manusia yang tertidur. Setengah darimu memang terjaga, tapi
lihatlah separoh lagi masih nyaman dalam ranjang empukmu. Dibelai-belai mimpi
yang membiusmu seluruhnya. Lalu sebanyak apa madu yang kau bisa berikan pada
manusia? Bahkan untuk menagih asa-asamu saja kau masih tak mampu,” ucapku
geram.
Ada hening saat diriku
menduga-duga sompral mana lagi yang akan disampaikannya. Sepertinya kataku
barusan terlalu entah. Seandainya aku diposisinya pasti dia akan merasakan pula
dirinya ada pada posisiku. Aku menyaksikan dirinya dibisingkan oleh pikirannya
sendiri. Disepikan oleh lamunnya. Dia bukanlah aku, aku tak begitu paham
makhluk apa mana yang ada dalam alam pikirannya. Tapi dia adalah aku, dia tahu
aku tak mengerti bahwa aku mengerti. Serumit itu.
Mungkin
benar ucap kawannya disuatu
perbincangan melalui pesan singkat yang ia ceritakan padaku kemarin. Inilah lelah. Ada suatu kala dimana
manusia lelah terhadap hidup, lingkungan atau apa yang ada disekitarnya. Hidup tidak harus terus
berlari, terkadang kita boleh berjalan atau bahkan sekedar jogging
di tempat.
..yang pasti jangan berhenti.”
Dan ketika kuajak beranjak menjauhi tembok bercermin ini, entah apa yang salah dengan kata-kataku tadi. Barangkali telah menyinggungnya.
Dia hilang tanpa
berpatah kata.
4 comments:
seperti.. saya kenal pengirim pesan singkatnya.
#soktau :p
@.moonlight.:sepertinya situ salah menduga, orangnya bukan disekitar kita kok haha
wah, malu. :P
kalau begitu mungkin sedang musimnya orang lelah berlari. rindu untuk ngaso sejenak dan menepi..
haha, oh banyak to? berarti 'dia' tidak sendiri ya, ngeri kalii.
apinya lagi redup mbaknya, mau lari lagi tapi takut kempis-kempis :D
Post a Comment