Dulu sekali, Pram menyebut ini sebagai politik ‘perumahkacaan’. Dimana setiap tindak yang digiatkan oleh para aktivis pergerakan pada waktu itu akan dimonitor, diawasi. Pemerintah kolonial menebar mata radar mereka disetiap manapun untuk merekam seluruh aktivitas dan pemikiran-pemikiran yang ditulis-sebar melalui surat kabar oleh para aktivis tersebut untuk kemudian diarsipkan, hingga pada kalanya apabila suatu aktivitas telah difatwa mengancam sekilas akan dihabisi.
Hari ini aku melihat sedikit kesamaan: kamu dan para aktivis itu, aku dan para penyebar mata radar itu. Kamu masuk dalam rumah kacaku, kurumah-kacakan. Hanya karena kamu berbeda dari kebanyakan mereka, itulah pembenaran yang kutemukan. Kamu, tulisanmu dan juga buah-buah pikiranmu telah menjadi candu bagiku. Selain makan, tidur dan segala rutinitas statis lainnya, kini kutambahkan rutinitas hariku, sekedar beberapa menit aku tak akan lupa untuk mendamparkan diri ke pulau mayamu. Pulau tempat buah pikiranmu kau semai. Inilah aku, aku yang ingin menjadi saksi benih-benih itu tumbuh. Dan ada kalanya kucuri diam-diam biji dari sana untuk kutanam ditanah gersangku. Entah, jika ini salah, aku hampir tak peduli. Jangan larang aku. Biarkan tanahku ikut menghijau.
0 comments:
Post a Comment